9.10.2008

KESALAHAN PENGGUNAAN AL FATIHAH

Bismillah



Tidak dipungkiri bahwa al-Fatihah adalah sebuah surat yang agung. Secara makna, surat ini ringkas tetapi mengandung makna yang sangat dalam. Bahkan bisa dikatakan, semua kandungan al-Qur’an telah termuat di dalam surat ini secara global. Sehingga surat ini dinamakan pula dengan Ummul Kitab atau Ummul Qur’an (induk al-Qur’an).


Selain keagungan dari segi makna, ada pula keagungan lain yang ditunjukkan di dalam hadis nabi, di antarany adalah;
Dari Abu Sa’id Ibnul Mu’alla ra, beliau mengatakan: Suatu ketika aku sedang shalat sunnah, Rasulullah -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- memanggilku, maka aku tidak menjawabnya sampai aku menyelesaikan shalatku. Lalu aku mendatangi beliau -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam-,” Beliau bertanya, “Mengapa Engkau tadi tidak menjawab seruanku ?” Aku menjawab, “wahai utusan Allah, aku tadi sedang shalat.” Beliau berkata, “Bukankah Allah telah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu?” Kemudian Rasulullah -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepadaku, “Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid?” Abu Said berkata, “Lalu beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, “Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al-Qur’an?” Maka beliau bersabda, “Benar. (surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al-Qur’an Al ‘Azhim yang dikaruniakan kepadaku.” (HR al-bukhari, Abu Dawud dan Ahmad, teks hadis ini mengikuti riwayat Imam Ahmad)
Tentang keagungan ini, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama’, baik khalaf maupun salaf.
Namun saat ini, muncul berbagai tindakan aneh yang dilakukan oleh umat muslim terhadap surat al-Fatihah. Di antara tindakan aneh tersebut, menjadikan al-Fatihah sebagai bacaan untuk membuka suatu majelis atau kegiatan, hadiah bagi orang mati dan hadiah untuk Rasulullah ataupun orang-orang shalih.
Pertama; Al-Fatihah sebagai pembuka kegiatan
Mungkin kita pernah menghadiri suatu majelis, lalu MC memulai dengan mengatakan, “Marilah kita buka acara ini dengan bacaan ummul Qur’an, Al-Fatihah!” Di beberapa tempat di Indonesia hal ini cukup mentradisi. Bahkan boleh dikatakan telah mendarah daging. Tetapi sesungguhnya hal ini tidak sesuai dengan tuntunan Syari’ah.
Memang bacaan al-Fatihah itu baik, tetapi jika dikaitkan dengan suatu peristiwa tertentu, menjadi tidak baik. Kalau kita baca sewaktu-waktu tidak masalah, tetapi ketika dikhususkan membacanya untuk membuka suatu kegiatan, namanya menadi bid’ah.
Tidak ada sepotong dalil pun yang mejelaskan pembukaan kegiatan dengan bacaan al-Fatihah. Yang diterangkan di dalam ayat dan hadis-hadis nabi, untuk memulai kegiatan adalah dengan membaca basmalah. Anjuran agar memulai sesuatu dengan basmalah cukup banyak, meskipun dengan bacaan yang bermacam-macam. Di antaranya adalah;
Membaca basmalah ketika akan wudlu’.
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوءَ لَهُ وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Tidak ada (sah) shalat bagi yang tidak berwudlu, dan tidak ada wudlu bagi yang tidak menyebut nama Allah untuk wudlu’nya.” (HR Ahmad)
Ketika menyembelih
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”
Ketika hendak memulai makan dan minum.
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“wahai pemuda, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari yang terdekat denganmu.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Ketika keluar dan masuk rumah.
“Apabila seseorang keluar dari rumah dengan membaca Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa haula walaa quwwata illa billah, dikatakan kepadanya ketika itu, engkau diberi petunjuk, dicukupi, dijaga, maka syetan pun menjauh darinya. (HR Abu Dawud)
Ketika naik mobil, pesawat, kapal dan sebagainya.
Bahwa Rasulullah -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- apabila menaiki binatang tunggangannya ia berkata,
بِسْمِ اللهِ ، الْحَمْدُ للهِ ، سُبْحانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ.
“Dengan nama Allah, segala puji bagi-Nya, Maha Suci Rabb yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.”
Maka dalam memulai suatu kegiatan cukuplah dengan basmalah, yaitu membaca bismillahirrahmanirrahim.
Kedua: Al-Fatihah dibaca untuk orang yang mati
Ada juga di antara masyarakat muslim yang suka mengirimkan bacaan al-fatihah kepada orang mati, baik dari kalangan kaum shalihin atau keluarga mereka. Biasanya mereka membaca dengan di awali kata, “Ila ruhi…., al-Fatihah!”.
Selain itu, tentu masih segar dalam ingatan kita, ketika Pak harto wafat tak ketinggalan presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono memberikan sambutan. Di akhir sambutannya beliau mengajak kepada seluruh elemen bangsa Indonesia untuk mendo’akannya. Setelah itu, beliau memberi komando sengan mengatakan, “al-Fatihah….!!”
Tindakan ini adalah tindakan yang tidak sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. Ada beberapa alasan untuk menegaskan ketidaksesuaian tersebut dengan tuntunan Islam, antara lain;
1. Karena al-Qur’an diturunkan Allah untuk mereka yang hidup agar di amalkan, dan tidak diturunkan kepada yang mati. Allah berfirman tentang al-Qur’an,
لِيُنذِرَ مَن كَانَ حَيًّا
“Supaya dia memberi peringatan kepada orang orang yang hidup.”
dan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang mati maka putuslah amalnya kecuali 3 hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya.(HR Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ahmad)
2. Ibnu katsir menyebutkan ketika menerangkan firman Allah,
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh kecuali apa yang ia usahakan”,
Sebagaimana ia tidak menanggung dosa orang lain, maka ia juga tidak mendapatkan pahala kecuali apa yang ia usahakan untuk dirinya sendiri.
Dari ayat yang mulia ini Imam syafii menyimpulkan bahwa membaca al-Fatihah untuk dikirimkan pahalanya kepada si mayit, maka pahala tersebut tidak akan sampai kepadanya, karena bukan dari amal perbuatannya ataupun usahanya. Dan karenanya Rasulullah -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- tidak menyunnahkan (menganjurkan) umatnya untuk melakukannya, memerintahkannya, ataupun membimbingnya dengan suatu Nash. Hal seperti itu tidak didapati dari para sahabat. Seandainya itu merupakan kebaikan, tentulah mereka akan mendahului kita dalam mengerjakannya.
Adapun do’a, maka ulama sepakat bahwa keduanya akan sampai, dan ada nash yang mensyariatkannya.
3. Tidak ada riwayat dari Nabi -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan sahabatnya bahwa mereka membaca al-Fatihah surat lain untuk mayit, bahkan Rasul -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- berkata kepada para sahabatnya ketika selesai mengubur mayit;
اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ قَالَ أَبُو دَاوُد بَحِيرٌ ابْنُ رَيْسَانَ
“Mohonlah ampun bagi saudaramu, dan mintakanlah ketetapan atasnya, karena sekarang ia sedang ditanya.” (HR Abu Dawud)
Demikian juga Rasulullah -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- tidak mengajari para sahabat untuk membaca al-Fatihah ketika memasuki kuburan, akan tetapi mengajarkan kepada mereka untuk mengatakan,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
“Keselamatan bagimu wahai ahli kubur dari kaum mukminin, dan kita insya Allah akan bertemu dengan kalian, aku memohon (afiyat) keselamatan dari adzab dari Allah bagikami dan kalian semua.”(HR Muslim, an-Nasa’i Ibnu Majah dan Ahmad)
Hadits ini menyuruh kita untuk memohon afiyat bagi mayit bukan untuk berdoa kepada mereka atau meminta pertolongan dengan mereka.
Ketiga: Membaca al-Fatihah untuk Nabi -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam-
Meskipun mengucap al-Fatihah kepada nabi bisa dimasukkan ke dalam mengucapkan al-Fatihah untuk orang mati, hal ini sengaja dipisahkan karena nabi memiliki hak-hak khusus. Namun bagaimana pun juga tidak ada dasar untuk melakukan tindakan ini, baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Para sahabat pun juga tidak pernah melakukannya. Adapun dalil tentang kewajiban terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada yaitu perintah untuk mengucapkan shalawat atas beliau -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
1. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Ayat ini memerintahkan kita untuk membaca shalawat atas Nabi -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, bukan untuk membacakan al-Fatihah untuknya atau untuk memohon kepadanya agar kesulitan kita berakhir.
2. Nabi -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- juga telah bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barang siapa membaca shalawat untukku sekali, maka Allah membalasnya sepuluh kali karenanya.” (HR Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)


1 komentar:

Anonim mengatakan...

hmm masalah fiqih yang dibahas ya kesalahan umum apakah tidak terlalu berat hati-hati dalam menuliskan kesalah umum apalagi masalah fiqih karena umat ini bukan akan menjadi bersatu malah akan berpecah. tapi saya salut akan anda seorang anak muda yang mencoba mendalami fiqih terus berjuang ya....!!!!